Rentang waktu membawa kisah ini pada babak baru. Kae, aku akhirnya graduate! Senang sekali bisa menyelesaikan studi tepat waktu. Padahal setengah tahun lalu aku sempat frustasi kala menyelesaikan penelitian ditengah pandemi. Syukurlah semua berjalan lancar. Tapi, tidak selancar jalan tol. Pasti ada saja kerikil yang membuat langkah jadi terseok-seok. Kae, apa kabar? Bagaimana denganmu. Skripsimu itu. Haha, pertanyaan 'khas' orang Indonesia sekali. Aku tahu kamu pun sedang berjuang dengan skripsimu. Kau harus tetap semangat. Jangan kendor. Jangan kelamaan ngulur waktu. Ini sudah jalan tahun ke lima loh!
Kae aku sempat berpikir kita bakal graduate berbarengan. Sesuai perhitunganku seharusnya sih kamu sudah lulus satu tahun lebih cepat. Tapi, yah, semua orang punya proses masing-masing. Mungkin kamu masih harus berada ditahap ini. Skripsi. Sedih, sih. Sedih karena tidak bisa seintens dulu berada di kampus. Mungkin peluang kita bertemu akan semakin tipis. Sejujurnya, memang sangat-sangat tipis sejak empat tahun belakangan. Kau tahu kan kita tidak pernah lagi saling sapa. Padahal apa sih yang tidak bisa dilakukan di zaman sekarang. Internet saja sudah mau 5 G. Ego kita saja yang masih di jalur edge.
Beruntung sekali graduateku tidak dilaksanakan online. Kami bisa merasakan atmosfir wisuda di aula gedung lengkap dengan jas hitam dan mengenakan toga. Hari itu aku merasa amat bahagia. Melakukan pemindahan tali toga, menyanyikan mars kampus dengan rasa bangga dan mengabadikan momen kelulusan bareng teman satu angkatan. Ditengah gempita itu, aku sadar ada yang kurang, ada senyum yang tidak tampak, sosok seseorang yang tidak ada di hari itu.
Kae apa dunia seadil ini? Aku lihat orang-orang membawa pasangan mereka masing-masing. Mereka mendapat buket bunga, ucapan kelulusan dan peluk hangat. Rasanya aneh. Entahlah. Aku tidak tahu pasti harus mendeskripsikan bagaimana. Ingin sekali melihat kamu datang di hari itu. Berdiri di pintu, menunggu, menyambutku keluar dari aula sambil berucap "hey, selamat!" lantas kita saling tertawa bersama.
Kae tahu kah kamu, aku punya hobi baru serupa hobimu. Tanaman. Beberapa bulan terakhir aku sering menanam banyak tumbuhan. Entah bunga, sayuran bahkan tanaman obat. Berkebun seasyik itu ya. Seperti healing bagi diri kita. Aku bisa berjam-jam lamanya menghabiskan waktu dengan tanaman. Kadang jadi seperti orang gila karena bicara sendiri dengan mereka. Haha apa kamu melakukan hal sama juga?
Sesekali aku mengintip aktifitasmu. Tentang bunga. Mengapa kamu menyukai tanaman berkelopak merah dengan tangkai berduri itu. Aku sih ogah kalau disuruh menanamnya. Aku lebih tertarik dengan tanaman sanseviera. Lebih simple, elegan dan indah diletakkan di sudut ruang mana pun. Perawatannya juga tidak ribet, disiram seminggu 2 kali, kadang cuma di lap-lap saja karena banyak debu menempel di daunnya.
Kae apa jadinya ya kalau dua orang penyuka tanaman seperti kita saling bertemu? Apa sepanjang hari kita hanya membahas tentang tanaman. Saling banding membandingkan. Bisa jadi pembahasan kita hanya monoton saja, atau malah merembes ke hal lain yang jauh hubungannya dari tanaman.
Oh ya, aku sekarang berusia 23 tahun, dan "harusnya" kamu sudah 25. Kita sudah cukup dewasa sekarang. Setidaknya bukan ABG labil yang bernaung di bawah payung ditemani guyuran hujan pagi hari. Kae, menjadi dewasa nyatanya sesulit ini ya. Suka berpikir aneh-aneh tentang masa depan. Kadang galau sendiri, kadang badmood, kadang sangat-sangat bersemangat. Kae, apa masih semoody saat itu? Ketika sekolah. Kuharap kamu bisa menyudahi kebiasaan itu.
Kae, aku berharap tahun ini kamu bisa menyelesaikan studimu. Juga sesegera mungkin graduate. Karena semua orang tua pasti menginginkan melihat anaknya sampai di tahap ini. Kae ingat ya jangan kelamaan mengulur waktu. Jangan terlalu mengejar ambisi. Tapi cobalah untuk selaras dengan ambisi. Ketuk pintu langit agar jalanmu bisa dimudahkan. Aku yakin kamu akan sampai. Suatu hari nanti. Semoga semesta berbaik hati memudahkan segalanya.
Kamu tahu, banyak yang menyangkal kisah ini sekedar fiksi. Lebih parahnya lagi mulai mencocokloginya dengan terkaannya masing-masing. Apapun alasannya tidak ada bukti logis jika kisah ini adalah kenyataan, meskipun juga tidak layak dikatakan fiksi. Benar?
Selamat menikmati masa muda. Selamat bersenang-senang!