Hay Si Jenius 3. ( Pertemuan dan Sepotong Cokelat Dengan Tulisan di Bawahnya)
By loker aufit - April 06, 2020
Di awal masa kuliahku, ketika lebih banyak waku yang dilakukan untuk hang out dengan teman-teman kampus, secara tidak sengaja Tuhan mempertemukan kita dalam waktu dan situasi yang tidak tepat. Kurasa tidak ada untungnya menyapamu di kala itu, ya...padahal mudah saja untuk bilang Hay! Hello! Apa kabar Kaenan, kemana saja kamu tidak pernah memberi kabar? Tapi aku tidak pernah bisa melakukannya. Aku melihatmu tidak seperti biasa. Tatapan yang berpaling dariku. Malukah? Pikirku. Malukah kau bertemu masa lalumu lagi. Sosok yang mungkin kau harap nanti-nanti tidak akan kau temui lagi.
Aku tetap melanjutkan kebersamaanku dengan teman-teman. Bersikap OK tadi cuma iklan sesaat! Tidak ada yang bisa mengubah moodku hari ini. Tidak ada yang membuatku menangis lagi. Perlu kuingatkan, jika mungkin suatu hari nanti kau membaca tulisan ini; pertemuan kita terjadi di sebuah kedai makan, siang hari, entah hari apa. Yang kuingat kau mengenakan pakaian serba hitam. Ya,ya, seperti halnya Kaenan yang kukenal dengan pakaian sehari-harinya.
Persis setelah pertemuan itu aku tidak pernah bertemu lagi denganmu dengan jarak sedekat itu. Kau menghilang, tidak tahu dimana keberadaannya. Bahkan temanku yang juga sahabatmu atlit Kempo semasa SMA dulu, juga jarang bertemu denganmu karena mereka pikir kau mulai ‘berubah’. Mereka bilang kau apatis, tidak seperti Kaenan yang dulu dikenal, kau sekarang sibuk dengan teman-teman wanita. Sebenarnya juga itu sudah kau lakukan sejak SMA, kan?
Kau menjadi pusat perhatian dengan keahlianmu. Keahlian menaklukkan wanita. A,B,C,D, banyak sekali wanita-wanita yang berhasil kau dekati, beberapa dari mereka dibuatmu baper, lalu mulai tulis-tulis status galau di MedSos. Ehem! Maaf kalau aku tahu banyak, meskipun tidak sama-sama, insting wanita selalu berjalan secara naluriah. Entah info dari siapapun, kisah-kisah tentangmu pasti akan sampai ke telingaku.
Akhirnya aku tahu kau jatuh cinta lagi. Deg! Jantungku rasanya dihujami tombak-tombak Lamafa yang siap untuk membunuh Paus. Aku masih berpikiran logis, tidak ah...tidak mungkin Kaenan jatuh cinta. Kau itu kekanakan sekali, cinta dan rasa tak enakkanmu kadang beda tipis. Mungkin kebetulan saja kau peduli dengan wanita itu. Membantunya yang kesulitan mengerjakan soal-soal dari dosen di awal masa kuliah. Bodoh! Aku tidak sepandai itu membaca hati orang. Kau nyatanya sungguh jatuh cinta dengannya. Cinta yang tulus. Cinta yang akhirnya membuatmu ke arah positif; kau kembali ke agamamu, mendekatkan diri pada Sang Illahi. Dia mengembalikan alur hidupmu yang semula gelap dan penuh ambisi, kini terang dan terarah. Selebihnya aku tidak tahu banyak tentang kisahmu. Apakah kalian memasuki fase berpacaran. Norak sekali jika hal itu sampai terjadi.
Kaenan dalam ingatanku adalah pria gagal yang meratapi nasibnya setiap pagi di depan kelas. Dia gagal mengikuti olimpiade karena sikap picik. Berlaga sok paling jago. Menganggap remeh pesaing seakan dia yang paling berpengalaman. Kaenan dijatuhkan oleh kesombongannya. Dia gagal meraih emas di depan mata dan nestapanya—prestasi itu hanya bisa di raih sebelum ia naik ke kelas 12. Tapi hal itu juga yang akhirnya membangkitkan semangatnya untuk maju. Langkahnya tidak terhenti disini. Jalan masih panjang. Masih banyak kesempatan yang bisa raih. Tinggal seberapa kuat mentalnya mengesampingkan ‘para pengganggu’.
Koran di tanggal sekian, bulan sekian, terbitan penerbit dari Banjarmasin membayar tuntas itu semua. Di salah satu kolom berita wajahmu terpampang nyata mengharumkan Provinsi Kalimantan Selatan setelah memenangkan Olimpiade Tingkat Nasional. Tidak masalah bukan juara pertama, mendapat honorable mention saja dari Kemenrisetdikti sudah menjadi bukti kalau kamu memang memiliki kualitas di bidang itu. Dengan bangganya namamu di sebut-sebut di famplet BEM-KM universitas dan Kampusmu. Teman-temanmu bangga. Semua bangga. Tak terkecuali seseorang yang saat ini sibuk di depan monitor, menulis secuil kisah ini.
“Cokelat ini mungkin tidak bisa mengembalikan semua yang terjadi, tapi paling tidak....”ah aku lupa bagian lain dari tulisan itu. Sudah terlalu lama. Cokelat yang aku beri di saat-saat rapuhmu. Coklat yang tanpa sengaja mengembalikan semangatmu. Coklat yang di dalamnya tersirat makna; sepekat apapun hidup ini, masih ada sisi manis yang bisa kita cicipi. Kau tahu, mungkin ketika gagal di olimpiade itu perasaanmu pasti kacau. Kau marah. Marah pada apa saja. Dirimu, takdir, orang lain, mungkin juga Tuhan. Tapi kau lupa, masih ada aku disaat itu, come on...aku masih peduli denganmu, Kae. Aku bisa merasakan kesedihanmu. Aku bisa memeluk kegagalanmu. Tapi dengan caraku, aku hanya hadir dimasa sulitmu untuk menguatkan, setelahnya mungkin semua akan berbeda. Kau pasti kembali ke dirimu. Kaenan yang berusaha keras, Kaenan yang selalu fokus, Kaenan yang jadi idaman banyak wanita. Untuk itu aku memilih mundur, tidak aku, yang lain saja! Bukan aku yang pantas di sampingmu. Kau butuh sosok yang setara. Dia, sosok dia yang bisa mengimbangi kamu dari segala hal. Bukan sosok yang sama keras kepalanya sepertimu.
0 comments