Hay Si Jenius 8. (Lembar Monolog)
Ada gerimis yang tak sekedar tetesan air.
Ada asa yang tak sekedar perasaan di dada.
Ada rindu yang tak sekedar terka-menerka.
Ada kita—yang masih dilingkupi beragam tanya.
Kae, renyai hujan hari itu tak akan lagi sama. Sungguh tak pernah lagi sama. Setelah enam tahun memilih meninggalkan, melupakan, berharap saling mengacuhkan, Tuhan mempertemukan kita kembali. Ini bukan sebuah ketidaksengajaan, aku rasa, karena kenyataannya kamu memang bersungguh-sungguh ingin memperbaiki hubungan kita.
Kae percakapan kita malam itu, dan malam-malam setelahnya adalah awal baik hubungan kita. Lebih tepatnya untuk memperbaikinya. Kuakui, kita memang tidak berpisah baik-baik. Kita pernah berkonflik hebat. Mempermasalahkan suatu hal yang mestinya bisa sama-sama kita antisipasi, tapi baiklah, bagiku saat itu kita masih terlalu labil memahaminya, masih diliputi ego masing-masing, masih teramat menjunjung tinggi rasa gengsi.
Tapi sampai hari ini pun, gengsi kita masihlah teramat tinggi. Kan?
Enam tahun yang berlalu cepat. Berbagai peristiwa telah terlewat. Masa-masa sekolah dan kuliah telah kita lewati masing-masing. Kae, aku salut dengan keputusanmu, kau berani sekali bicara lebih dulu, meskipun aku tahu ada seribu satu pertimbangan di otakmu untuk memulainya. Memulai suatu percakapan tidak biasa. Awalnya aku pun ragu, di otakku juga ada seribu satu pertimbangan untuk 'kembali' menjalin hubungan itu. Entahlah, rasa gengsiku memang mengerikan. Namun, aku memberanikan diri menjinakkan rasa gengsi itu. Apakah aku bakal seperti ini saja sampai tua nanti? Memendam dan bermonolog seorang diri. TIDAK. Kutegaskan pada alam bawah sadarku untuk mengenyahkannya.
Ya, malam itu, di tengah hening malam, kita kembali saling temu.
Tidak mudah membuka lembaran itu kembali, lembaran-lembaran cerita di masa lalu yang sudah tertutup rapat dan coba kuikhlaskan. Namun kita tidak pernah tahu, Kae. Sungguh tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di detik, menit dan jam kemudian. Mungkin kita cukup beruntung dapat bicara baik-baik, berusaha meluruskan hubungan yang salah ini, hingga sampai di kesimpulan menata ulangnya lagi. Sekarang kita tidak perlu lagi diliputi perasaan bersalah di malam-malam tertentu, berusaha ingin bertemu meski sekedar melihat profil Instagram atau Facebook. Menghubungi pihak ketiga demi mendapat kabar. Tidak perlu. Karena kurasa, sekarang kita bisa lebih terbuka untuk mengutarakannya, yeah dengan catatan bisa saling menurunkan ego diri.
Kae apapun itu, rasa itu, biarkan sajalah menjadi rahasia kita dan Tuhan. Aku sudah merasa lebih baik dengan hubungan sekarang. Hubungan yang awalnya aneh bin ajaib, yang berminggu-minggu berhasil mempengaruhi psikisku. Kamu tidak perlu terkejut Kae, karena wanita memang begitu, apalagi kamu memang spesial kan. Orang spesial di kehidupanku. Entah akan berapa episode lagi yang aku tulis disini, yang mungkin masih dengan ringan hati akan kutulis nanti-nanti. Selama hatiku nyaman untuk menuliskannya. Kenapa tidak kan?
0 comments