Satu Kesempatan (Part 10)

By loker aufit - October 11, 2016

Dengan kekuatan yang tersisa Bintang melangkah gontai memasuki kantornya, Ia duduk di kursi lobi utama sambil terus memegangi perutnya yang mengeluarkan banyak darah. Saat itu Juga aku baru saja keluar dari kantor untuk pulang. Pekerjaan yang melelahkan itu telah berakhir, aku merasa benar-benar tenang.
Sosok lelaki yang tengah duduk di kursi lobi utama sempat membuatku kaget. Aku tersadar, ia Bintang. Lelaki itu menatapku. Aku tidak terlalu jelas melihat karena beberapa lampu ruangan yang dimatikan.
“ Jora” Ucap Bintang begitu lemah
“Aku harus pulang, kalau kamu perlu sesuatu besok saja temui aku!” Ucapku
Brukkk terdengar suara dari tempat Bintang duduk. Ketika aku mendekat tubuh bintang sudah berada di lantai. Apa ini? Aku meraba lantai yang terasa basah. Ketika ku lihat lebih jelas dengan cahaya handphone, begitu banyak  darah yang berceceran di lantai juga dibaju Bintang.
“ Bintang? Ke..kenapa. Siapa yang melakukan ini?” Ucapku terbata-bata
Aku segera menelpon rumah sakit terdekat untuk meminta pertolongan. Bintang terus menggenggam tanganku erat. Kesadarannya mulai berkurang. Pandangan matanya remang-remang.
“ Maaf Jora... maafkan aku” Ucapnya lirih
Keringan deras mengalir disekujur tubuh Bintang, badannya juga semakin dingin. Aku benar-benar takut melihat keadaanya seperti ini. Ia terus melemah dan tidak bisa membuka kedua matanya lagi. Suara ambulans terdengar nyaring, aku berteriak sekuat tenaga agar mereka mendengar kami berdua di dalam kantor. Bintang segera dilarikan ke rumah sakit dengan kondisi sangat kritis.
Paginya saat bangun tidur aku mendapat telpon dari Kak Maya. Dia mengatakan agar aku tidak berangkat ke kantor hari ini. Saat ini keadaan kantor begitu tegang, polisi tengah melakukan oleh TKP di area kantor. Para wartawan susul-menyusul datang untuk meliput kejadian menggemparkan ini. Fotografer ternama asal negeri Singa Putih yang mengalami penusukan oleh orang tidak dikenal akan menjadi berita bagus untuk ditayangkan di tv dan internet.
Saat ini sendiri kondisi Bintang masih kritis, ia harus melakukan operasi untuk menjahit luka bekas tusukan pisau yang mengenai organ tubuhnya.
“ Pastikan kamu tidak keluar rumah, para wartawan sebentar lagi akan pergi ke rumahmu. Jangan mau diwawancarai oleh mereka, masalah ini harus kita tutupi bersama. Mengerti?” Perintah Kak Maya saat di telpon
“ Ya kak, aku mengerti” Sahutku
Mama yang tengah menyiapkan sarapan berjalan ke arahku “ Ada apa?” Tanya mama
“ Ma, jangan pergi ke kantor dulu. Di luar ada wartawan, aku tidak ingin permasalan ini menjadi runyam. Mama mau kan menolong Jora?” Tanyaku
“ Iya, mama tidak pergi ke kantor. Kamu jangan panik begini, semua akan baik-baik saja. Kamu harus percaya” Kata mama
Sepanjang hari yang ku saksikan di tv hanyalah berita tentang Bintang yang mengalami penusukan oleh orang tidak dikenal. Wajahku juga muncul saat salah satu acara berita menyiarkan rekaman cctv di lobi utama. Terlihat aku tengah menolong Bintang bersama beberapa perawat menuju mobil ambulans yang terparkir di depan kantor. Aku sangat ingin menemuinya, aku ingin tahu bagaimana keadaanya sekarang. Apa dia baik? Apa dia sudah sadar?. Di luar beberapa wartawan mulai berkerumun. Salah seorang dari mereka membunyikan bel. Aku menatap mama, aku harus melakukan apa. Mama memberiku kode agar aku masuk ke kamar dan beristirahat.
Hingga seminggu kemudian suasana mulai kembali normal. Wartawan yang setiap hari berada di depan rumah, hari ini tidak terlihat satu pun. Aku memberanikan diri keluar.Benar, tidak ada wartawan yang sering membunyikan bel rumah. Suasana kembali lengang seperti semula.
“ Kamu bisa menjenguknya Jor. Mama lihat di berita pelakunya sudah tertangkap. Wartawan-wartawan itu tidak akan ke sini lagi” Kata mama
Aku bergegas masuk ke kamar, aku mengganti baju tidur dengan setelan baju yang lebih bagus. Hari itu di pantai, aku melihat Bintang yang begitu marah ketika aku menyebut nama Zian di hadapannya. Saat kejadian percobaan pembunuhan yang menimpanya, aku mendonorkan darah karena Bintang begitu kekurangan darah. Saat tidak bisa keluar rumah, aku menghabiskan waktu sendirian di kamar dan menemukan biodata yang ku tulis bersama Zian di sebuah buku diary.
Entah sengaja atau tidak, banyak sekali kesamaan yang aku temukan diantara mereka berdua. Tanggal lahir, golongan darah, hobby. Jika Bintang adalah Zian yang selama ini ku cari untuk apa ia mengubah namanya. Kenapa saat bertemu denganku ia tidak mengenaliku. Apakah kakinya yang cacat sebenarnya karena kecelakaan yang menimpanya 15 tahun lalu.
Aku menemui ruangan tempat Bintang di rawat tengah dibersihkan oleh dua orang perawat.
“ Mba, pasien yang di rawat di sini kemana?” Tanyaku
Salah satu perawat menunjuk kebelakang.
Aku membalikkan badan segera, hari ini aku melihat Bintang lagi. Ia baru saja keluar untuk melihat pemandangan sekitar, tidak sengaja ia melihatku yang berjalan menuju ruangannya.
“ Kamu baik-baik saja?” Tanyaku
Bintang menyuruh kedua perawat untuk meninggalkan mereka berdua. Bintang menyuruhku duduk di atas ranjang sedang ia berdiri di hadapanku.
“ Akhirnya kamu bisa memberikan darah istimewa pada orang yang membutuhkan” Ucap Bintang
Aku mengangkat kepala, memandang wajah Bintang yang tenang.
“ Kenapa kamu tahu kalau aku...”
Bintang menyela, ia memegang bahu kiriku. “ Percaya atau tidak, orang yang selama ini kamu cari, saat ini ada di depanmu”
Aku menunduk kembali. Benar, firasat itu memang benar. Bintang adalah Zian. Orang yang selama ini ku percayai masih hidup tengah berdiri di depanku.
“ Aaaghhh...” Bintang memegang perutnya
“ Bintang.. kamu.. kamu..” Aku sedikit terkejut melihatnya kesakitan
“ Tidak apa-apa, boleh aku duduk. Perutku terasa sakit lagi” Katanya
Kami berdua sama-sama terdiam memandang aquarium kecil di atas meja. Setelah 15 tahun berlalu sulit rasanya untuk memulai semua dari awal lagi.
“ Kamu terlalu sibuk mencari sampai tidak sadar orang yang kamu cari sudah kembali” Ucap Zian memecah kebisuan
Aku menyeka air mataku yang menetes “ Sekarang aku bisa membuktikan pada mereka kalau kamu masih hidup”
Zian merangkul pundakku “ Untuk apa?, sekarang aku adalah Bintang. Orang tua baruku sudah mengadopsiku dan memberi nama baru. Nama lama itu tidak pantas lagi untuk ku gunakan”
“ Apa yang terjadi dengan kamu dan orang tuamu?”
“ Mereka meninggalkanku di Panti Asuhan. Aku ditinggal sendirian di Singapura. Aku tidak tahu alasan mereka kenapa meninggakanku di negara itu . Negara yang tidak akrab dengan anak penyandang cacat sepertiku. Tapi orang tua baruku memberiku harapan, mereka mengadopsiku dan membesarkanku layaknya anak mereka sendiri. Aku boleh kehilangan satu sayap tapi sayap lain justru datang menolongku hingga aku seperti ini”
“ Kamu benci dengan orang tuamu?”


  • Share:

You Might Also Like

0 comments