Satu Kesempatan (Part 5)

By loker aufit - October 05, 2016

Pada tanggal 22 Juni 2004  siswa kelas enam SDN Panca Indah mengadakan kegiatan pecinta alam sekaligus acara perpisahan. Kami berangkat pukul tujuh pagi, jalanan yang kami lalui ramai lancar, di dalam bus terdengar nyayian riang oleh para murid yang  dipandu para guru. Tiba di jalan menanjak sekitar satu jam perjalan lagi menuju puncak gunung, suasana mendadak sepi. Di kiri kanan jalan yang kami temui hanyalah jurang menganga. Bus kami membelah sunyinya perjalanan menuju lokasi kegiatan pecinta alam. Aku menyikut pundak Zian teman duduk di sampingku.
“ Zian kamu duduk dekat jendela deh, aku takut” Ucapku
“ Gak ah, tadi kamu kan yang pengen banget duduk di situ. Aku udah enak duduk di sini” Sahut Zian dengan mata tertutup
“ Aaaaaa.. tukeran dong!, aku takut” Rengekku
Zian kecil tidak terlalu menghiraukan rengekanku, ia meraih tangan kiriku dan menggenggamnya erat-erat.
“ Aku ada di sampingmu, apalagi yang membuatmu takut” Kata Zian
Aku menghentikan rengekanku saat tanggan Zian menggenggam erat tanganku. Ada perasaan aman ketika ia mengatakan hal itu. Aku tersenyum kecil dan dibalas Zian dengan senyum kecil pula.
Beberapa saat kemudian dari belakang terdengar suara seperti ledakan. Bus mulai bergerak oleng, aku menatap keluar jendela yang kulihat jurang menganga yang siapa memakan kami. Seisi bus riuh, terdengar suara histeris ketakutan. Aku memeluk Zian erat-erat, ia juga memelukku. Bus yang kami tumpangi terguling ke dalam jurang yang sangat dalam. Aku tidak berani membuka mata, yang aku rasakan sekujur tubuhku seperti mengeluarkan darah. Perih rasanya.Suara tangis yang tadi terdengar jelas mendadak menghilang diikuti pula dengan kesadaranku.
“Aku.. aa..ku aku sangat takut kalau mengingat kejadian itu” Ucapku
Bagas yang duduk di samping berusaha menenangkan diriku.
“Yang berhasil selamat hanya aku dan temanku. Sedang mereka dan para guru yang ikut... mereka tewas dalam kecelakaan itu” Kataku lagi
“Iya aku pernah membacanya di koran tentang berita kecelakaan itu” Sahut Bagas
“Tapi aku ada hal yang masih mengganjal dari kecelakaan itu” Ucapku
Bagas melirik dan membuka telinganya lebar-lebar.
“ Temanku, Zian. Aku yakin dia masih hidup” Kataku
“ Kenapa kamu yakin? Bukannya yang selamat hanya kamu dan temanmu?” Tanya Bagas
Aku menyeka air mata yang keluar dari pelupuk mata.
“ Aku sempat mendengar ia mengatakan sesuatu di telingaku, kita akan baik-baik saja, bertahanlah!. Dia pasti masih hidup kan!?” Jawabku
Bagas menelan ludah “ Aku tidak begitu yakin, bisa saja itu kata-kata terakhirnya..”
Aku berdiri lalu menatap Bagas lekat-lekat “ Mayatnya tidak pernah ditemukan, keluarganya juga menghilang begitu saja. Apa dia pantas disebut sudah meninggal?”
Bagas berusaha menenangkan emosiku yang hampir meluap.
“ Ya, mungkin saja. Mungkin ia tidak meninggal. Tapi tidak ada bukti kalau dia hidup. Kamu juga tidak pernah bertemu dengannya bukan?”
Mendengar perkataan Bagas air mataku kembali menetes, tidak ada seorang pun yang meyakini kalau Zian masih hidup. Bahkan Bagas sekalipun. Aku menangis cukup lama dan yang bisa Bagas lakukan hanya menenangkanku.
Kami kembali ke kantor saat tengah hari, wajah kami tidak bisa berbohong kalau kami sangat lelah. Tapi kami masih harus mengikuti rapat untuk menentukan hasil foto mana saja yang akan dimasukkan ke blog resmi “ Pesona Indonesia”.
“ Jora, kamu baik-baik saja?” Tanya Bintang
Aku yang baru saja memasuki lobi utama nampak kebingungan. Kenapa sikapnya berubah lagi dengan cepat. Ia menjadi sok peduli begini.
“ I..iya, aku baik-baik saja, pak” Jawabku
“ Apa kamu mimisan?” Tanya Bintang untuk kedua kalinya
“ Iya, tadi saat di puncak. Tapi sudah tidak apa-apa” Jawabku
Bintang menghela nafas “ Aku benar-benar khawatir..” Ucapnya
“ Hah? Khawatir?” Tanyaku
“ Iya, aku yang menugaskanmu untuk tugas kali ini. Kamu sering mimisan, ..... kata teman-temanmu. Makanya aku sangat khawatir” Jawab Bintang
“ Ohh... ya sudah pak, kita harus segera memulai rapat kan. Teman-teman sudah menunggu di sana” Ucapku
Bintang berjalan lebih dulu dariku sedang aku hanya memperhatikannya. Wajah cemasnya ketika menanyai keadaanku masih tengiang-ngiang dan berhasil membuatku terpingkal-pingkal.
“ Aku tahu kamu orang baik, hanya saja di kantor kamu pura-pura jahat”
Semua staf dan petinggi kantor sudah berkumpul di ruang rapat. Aku duduk di salah satu kursi dan mempersiapkan hasil foto yang sudah ku salin ke dalam laptop. Di seberang sana ku lihat Bintang yang begitu serius menyaksikan salah satu temanku yang tengah mempresentasikan hasil fotonya.
Nampaknya Bintang tidak puas dengan hasil foto tersebut, ia menyuruh satu persatu dari kami untuk maju hingga tiba pada giliranku. Wajahnya menampakan kepuasan ketika melihat hasil fotoku, ia juga memberikan tepuk tangan.
“ Teknik Low Angle yang kamu pakai ini lumayan memuaskan. Ini cocok dipasang disitus Pesona Indonesia, saya suka dengan teknikmu” Kata Bintang
Akhirnya aku dapat merebut hati para petinggi redaksi Potret dengan satu karyaku. Mereka begitu bangga dengan anak baru ini. Terutama Bintang, ia sejak tadi tersenyum-senyum ke arahku. Entah maksudnya apa.
Rapat akhirnya ditutup oleh Bintang, para petinggi redaksi Potret juga kami para fotografer meninggalkan ruang rapat. Bagas memintaku untuk pergi ke ruangan kami. Katanya ada yang mau dibicarakan. Setelah berbicara dengan Kak Amel dan Kak Joan aku pun bergegas menuju ruanganku.
Di tengah perjalanan aku berpapasan dengan Bintang yang sepertinya ingin pergi ke luar kantor. Aku menunduk untuk memberi hormat.
“ Kerja bagus, teruslah berkarya dengan baik” Ucap Bintang
“ Ya Pak!” Sahutku senang
Bagas tengah sibuk dengan laptopnya ketika aku memasuki ruangan kami. Aku menyeret kursi ke dekat meja kerjanya.
“ Ada apa?” Tanyaku
“ Selamat ya, kamu sudah berhasil membuat satu karya bagus!” Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.
“ Wah, terima kasih. Oh ya, kita masih ada kerjaan lagi kan?” Tanyaku
“ Kerjaan apa? bukannya sudah selesai?” Jawab Bagas
“ Masih ada yang perlu di urus kata Kak Amel dan Kak Joan, kita di suruh ke ruangan mereka. Let’s go!” Kataku
Baru pukul 07.30 malam kami semua diperbolehkan meninggalkan kantor. Tugas-tugas yang tadi menumpuk sudah terselesaikan, semua foto untuk mengisi blog Pesona Indonesia sudah terupload. Juga foto-foto untuk majalah Potret minggu ini sudah melewati tahap editing dan siap di cetak.
Malam begini polisi lalu lintas tengah mengadakan razia kendaraan bermotor. Aku mendengus kesal, karena diadakan razia tidak ada satu pun taksi yang lewat di depan kantorku. Aku menyesal sudah menolak tawaran pulang bersama Bagas dan beberapa rekan kerja lainnya. Sekarang malam semakin larut. Aku ingin menelpon mama, tapi sepertinya mustahil ia akan menjemputku.
“ Kejora.. sedang apa kamu di sini?” Seorang polisi lalu lintas yang tengah melintas menghentikan laju kendaraannya di depanku.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments