Satu Kesempatan ( Last Episode)

By loker aufit - October 11, 2016

Ia mengundangku untuk datang ke pameran pertamanya di Indonesia yang akan dilaksanakan minggu depan.
“ Benturan mah.. Tanggalnya sama dengan keberangkatanku ke Jepang” Ceritaku
“ Berarti kamu harus memilih, pergi ke Jepang atau melihat pameran” Usul mama
“ Tapi dua-duanya penting.. duh Jora bingung” Kataku sambil mengusap wajah
Aku masuk ke ruang rapat dengan wajah bingung, teman-teman yang terpilih pergi ke Jepang sangat bersemangat mengikuti rapat sedang aku hanya menunduk menatap bayangan diatas meja.
“ Ada yang mau mengusulkan sesuatu?” Kata Kak Maya pemimpin rapat kali ini
Aku mengangkat tangan, “ maaf, untuk tugas kali ini aku tidak bisa ikut. Ada suatu hal yang harus ku kerjakan”
Semua mata langsung menatapku heran, dalam pikiran mereka aku membuang kesempatan emas pergi ke Jepang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun.
“ Permisi” Ucapku lalu pergi keluar dari ruang rapat
Itu keputusan terpenting yang bisa ku ambil. Meski semua orang menyayangkan keputusanku. Aku harus tetap pergi ke pameran itu. Aku akan mengatakan ada Zian. Tentang perasaan ku ini. Agar tidak ada lagi yang mengganjal didadaku.
Hari minggu pukul 09.00 pagi aku berangkat mengendarai mobil menuju tempat diselenggarakannya  pameran foto dengan tema  Art love life. Ketika aku datang suasana pameran sudah nampak ramai. Bersama dengan begitu banyak orang aku memasuki ruangan pameran yang dihias dengan sangat mewah. Setiap sudut ruangan terpampang hasil foto indah karya Zian. Semua foto ini ia dapatkan ketika berada di Indonesia.
Aku berhenti saat melihat sebuah foto tentang lalu lintas kapal pengangkut sembako di sungai. Saat Zian mengambil foto itu  dulu, kami baru saja kenal, ia mengajakku melihat kapal yang berlalu lalang dan sesekali menggerakan mata kamera untuk mendapatkan hasil foto yang bagus.
Aku kembali melangkah melihat deretan foto yang begitu unik. Ia benar-benar menceritakan tentang apa yang terjadi di Indonesia. Tentang adat, budaya, kebiasaan. Semua bisa dilihat pada setiap foto yang terpajang.
Salah satu foto yang letaknya agak di pojok ruangan menyita perhatianku, seorang wanita yang tengah duduk menyendiri di pinggir dermaga dengan rambut yang terkibas ke kiri karena angin pantai.
“ Itu kan aku?” Gumamku
Aku memandang sekali lagi foto itu. Iya benar, itu memang aku.
“ Foto ini aku dedikasikan untuk seorang sahabat yang rela menunggu sahabatnya pulang” Ucap seseorang yang berdiri di belakangku.
Aku membalikkan badan segera, Zian berdiri tepat dibelakangku dengan mengenakan jas berwarna kecoklatan. Rambutnya disisir menyamping ke kanan. Persis potongan rambut saat ia masih kecil.
“ Terima kasih sudah mau datang ke pameran ku” Ucap Zian
Aku tersenyum “ Bagaimana kabar kamu? Baik kan?”
“ Seperti yang kamu lihat. Aku baik, sangat baik” jawab Zian
Kami berdua larutt memandangi foto seorang wanita yang duduk di atas dermaga. Bibir ini rasanya kelu tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Kalau saja suara hati bisa terdengar, aku ingin berbicara lewat hati saja.
“ Zian bisa dengarkan kata-kata ku sebentar?”
Zian menolehku pelan lalu mengangguk
“ Setelah kecelakaan yang kita alami saat kelas 6 SD dari detik itu juga aku mulai mencarimu. Aku terus mencari, aku pergi ke gunung bersama teman-teman, rumah lama kamu, kantor papa mama kamu. Sampai aku duduk di bangku SMA, baru aku sadar. Aku melakukan ini bukan semata mencari sahabat yang hilang, tapi mencari sepenggal hatiku yang hilang. Kamu tahu tidak? Selama ini aku tidak pernah pacaran. Aku terlalu sibuk, sibuk mencari di mana keberadaan kamu. Sampai saat kita dipertemukan lagi, baru aku merasa kalau sepenggal hati itu telah kembali”
Aku menarik nafas dalam-dalam sambil mengumpulkan tenaga untuk bicara, Zian dengan serius mendengarkan setiap kata demi kata yang keluar di mulutku.
“ Jadi jangan pernah pergi lagi, walaupun kamu tidak menyukaiku atau kamu hanya menganggapku sebagai sehabat. Tetaplah!, tetap di sini!. Karena aku benar-benar mencintaimu, Zian. Kalau kamu pergi aku akan merasa kehilangan seperti dulu lagi”
Aku berhasil mengatakannya, kata yang sudah sejak lama ingin ku ungkapkan ketika bertemu lagi dengan Zian. Kesempatan itu akhirnya datang dan aku merasa lega ketika sudah mengungkapkannya.
“ Kamu lebih berani dari aku Jora, aku masih pengecut sama seperti saat kecil dulu” Ucap Zian
“ Kalau kamu masih ingat saat-saat setelah kecelakaan, aku hanya bisa memeluk tubuhmu yang berlumuran darah. Harusnya aku membawamu ke tempat aman, tapi aku benar-benar pengecut. Aku memelukmu agar tubuhmu tetap hangat. Itu yang aku pikirkan. Sama seperti hari ini, harusnya saat kita bertemu lagi aku yang lebih dulu mengungkapkan perasaan. Aku menjadi pengecut ketika berhadapan dengan kamu dari kecil hingga sekarang, Jora”
“ Aku tidak ingin melihat kamu sendirian lagi seperti dalam foto itu. Dari sekarang, aku akan menjagamu dan tidak akan pergi lagi”
Perkataan Zian terdengar manis ditelingaku, satu kepercayaan terbangun diantara kami berdua. Ketika tuhan memberi kesempatan untuk mengungkapkan rasa. Salah satu diantara kami memang harus mengutarakan lebih dulu.
Wanita memang tidak selayaknya menyatakan cinta lebih dulu, tapi bagiku jika aku terus memendam rasa pada orang yang ku cinta itu akan jadi sulit dan hanya meninggalkan rasa sakit di dalam hati.
Hari ini juga sahabatku itu berhenti dalam pencariannya, ia telah menemukan seseorang yang juga membuat hatinya mengganjal. Seseorang itu ialah aku. Cinta itu hadir dengan sendirinya. Karena terbiasa dicari dan mencari.
Kami hanya anak SD saat itu, begitu polos dalam balutan pertemanan. Kadang begitu riang, kadang juga begitu sedih. Hari ini setelah 15 tahun berlalu, kami adalah sepasang kekasih yang ditahan oleh keadaan dan dipertemukan oleh waktu.
“ Udahan sedihnya, lebih baik kita keluar. Cari makan” Ajak Zian
Kami berdua melangkah bersama meninggalkan foto wanita yang duduk sendiri di atas dermaga.
Kini wanita itu tidak sendiri lagi, seorang pelengkap dalam hidupnya telah hadir. Mereka akan segera hidup bersama jika Yang Kuasa mengizinkan. Dan jika ada kesempatan, akan ada foto sepasang suami istri yang mengenakan gaun dan jas dengan wajah bahagia mereka sambil memandang indahnya lautan lepas di ujung sana.

 Selesai


  • Share:

You Might Also Like

0 comments