Satu Kesempatan (Part 9)

By loker aufit - October 11, 2016

Bagas berusaha menahan perasaan marahnya yang hampir meluap. Lin gadis itu, ia menangis tersedu-sedu di hadapan Bagas. Bagas benar-benar muak dengannya. Ia ingin pergi tapi Lin menahannya.
“ Selamatkan aku Gas!. Aku gak mau lagi hidup dengan Roby. Kamu mau kan? Kamu masih sayang aku kan?”
“ Semuanya sudah berakhir Lin, kita sudah berbeda. Jangan datang lagi ke kehidupanku” Bagas akhirnya bicara.
Ia menyesalkan pertemuannya dengan Lin, selama ini ia mulai bisa melupakan Lin apalagi saat bekerja di kantor majalah Potret dan bertemu Kejora. Sedikit rasa sakit itu menghilang ketika ia menceritakan masalah hubungan dirinya dengan Lin pada Kejora. Gadis berusia 22 tahun itu begitu setia mendengar ceritanya. Bahkan sekarang perasaannya pada Kejora tidak sekedar rekan kerja semata, ada benih-benih cinta yang bermekaran di hatinya. Karena itu ia berani menolak permintaan Lin, wanita yang dulu pernah meninggalkannya.
Bintang menghampiriku ketika aku tengah menulis beberapa hal penting yang ku temui di sekitar pantai Ujung Timur. Bintang menyapa pelan agar aku tidak terkejut dengan kedatangannya. Aku mengajak Bintang pergi ke suatu tempat. Pelabuhan bekas peninggalan bangsa Belanda.
Walau terlihat kuno dan tak terawat pelabuhan ini masih nampak kokoh berdiri dan menjadi saksi bisu peradaban bangsa Indonesia melawan penjajah.
“ Pantainya tenang banget ya, bikin ngantuk” Candaku
Bintang balas tersenyum lalu membidik mata kamera ke sekitar pelabuhan.
“ Bintang” Panggilku
Bintang menoleh “ Ya?”
“ Kenapa biografi saat kamu masih kecil tidak ada di internet?, bukannya kamu seorang fotografer terkenal?” Tanyaku
Bintang membenarkan posisi duduknya, cahaya matahari sore menyulitkan matanya untuk memandang wajahku.
“ Haruskah aku bercerita?” Tanya Bintang. Aku mengangguk dengan cepat.
“ Aku lahir di Singapura, mama seorang ibu rumah tangga dan papa seorang pebisnis. Salah satu bisnisnya adalah majalah Potret. Aku anak tunggal dan bersekolah di Singapura dari SD sampai jenjang kuliah. Kebetulan aku lulusan Nanyang Technological University. Semua itu berkat kerja keras ku menjadi seorang seniman jalanan” Cerita Bintang
“ Mama papa kamu keturunan chinese kan? Wajah kamu kok Indonesia?”
“ Karena sering ke Indonesia, makanya wajahku jadi begini” Ucap Bintang lalu tertawa
Aku ikut tertawa mendengar perkataannya.
“ Kamu sendiri kenapa menjadi fotografer, kamu kan lulusan Sastra Indonesia?” Tanya Bintang
Aku merapikan rambutku yang diterbangkan angin, angan-anganku melayang jauh pada peristiwa lalu yang sampai detik ini masih dengan baik ku ingat.
“ Karena seorang teman. Ia sangat suka dengan kamera. Ia membuat karya dari hasil fotonya. Aku sering mengejek hasil fotonya, bukan karena hasilnya jelek. Tapi aku iri, aku ingin seperti dia. Jadi, sejak lulus SMP aku mulai menyukai dunia fotografi”
“ Jadi karena teman?”
Aku mengangguk “ Ia bercita-cita menjadi fotografer terkenal. Tapi sayang dia meninggal saat kecelakaan. Sekarang aku yang harus meneruskan cita-citanya”
Mataku berkaca-kaca kalau mengingat semua hal tentang Zian. “ Tapi aku tidak percaya dia meninggal. Dia pasti masih hidup”
“ Apa yang membuat kamu percaya dia masih hidup?”
Aku menyeka tetes demi tetes air mata yang mulai mengalir “ Aku tidak pernah menemukan makamnya, juga tidak menemukan surat kematiannya. Yang aku tahu keluarganya menghilang setelah ia kecelakaan”
Aku memegang pundak Bintang, “ Dia tidak meninggal kan? Kamu pasti percaya dengan aku?!”
Bintang melepas kedua tanganku yang menggenggam pundaknya. Wajahnya jadi muram ketika aku bercerita hal ini.
“ Kalau dia menurutmu masih hidup, apa kamu pernah bertemu dengannya? Apa dia mencarimu? Apa dia pernah menghubungimu? Tidak kan? . Maaf Jor untuk kali ini aku tidak bisa percaya denganmu”
“ Kenapa semua orang tidak ada yang percaya dia masih hidup!! Aku yakin.. aku yakin dia masih hidup. Dia sedang tinggal di suatu tempat. Aku percaya suatu hari nanti akan bertemu dengannya!”
Bintang berdiri sambil menghela nafas beberapa kali. “ Jika kamu terus hidup dengan mengingat seseorang yang telah mati. Hidup kamu akan sia-sia Jor. Kalian tidak mungkin bersatu, biar sekeras apapun kamu mempercayai dia masih hidup!. Dia tidak mungkin kembali!” Ucap Bintang dengan suara lantang
“ Bintang, kenapa kamu..” Ucapku lirih
Aku berusaha memegang tangannya namun Bintang menepis tanganku keras. Ia melangkah cepat meninggalkan pelabuhan. Ia orang kesekian yang mempercayai kalau Zian sudah meninggal. Bahkan ia orang yang paling keras mempercayai kalau Zian benar-benar sudah meninggal.
Setelah mendapat sunset yang diinginkan kami segera kembali ke kantor. Kembali, hanya ada hening di dalam mobil. Semua tengah tertidur pulas karena kelelahan. Hanya aku yang terus menuliskan kata demi kata disebuah memo. Beberapa kerangka kata yang nantinya akan ku buat menjadi sebuah artikel.
Malam ini aku sengaja meminta mama untuk tidak menjemputku, aku akan benar-benar sibuk setiba di kantor. Malamnya aku bertemu Bagas yang tengah duduk menyendiri di meja kerjanya. Ia nampak biasa saja tapi tatap matanya kosong.
“ Tadi janjinya mau nelpon, di tunggu malah gak ada” Kataku sambil menekan tombol power pada Laptop.
Bagas juga tidak menjawab perkataanku, ia masih diam tak bergeming.
“ Gas tadi aku ngirim vidio ke email kamu, dilihat ya” Ucapku
“ Berisik!! bisa diam tidak!!!” Teriak Bagas
Aku merasa tidak nyaman dengan Bagas, dengan langkah cepat aku keluar dari ruang kerja. Di luar tak sengaja aku bertemu Kak Maya senior yang tadi siang memarahiku.
“ Kamu masih bisa keluyuran malam-malam begini?! Artikel yang kamu buat banyak! Jangan membuang-buang waktu!” Kata Maya
Aku bergegas masuk ke dalam ruang kerja, Bagas sudah pergi. Pasti ada masalah besar yang terjadi. Sebenarnya aku ingin menelpon tapi ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan. Aku akan menanyakannya besok pagi.
Artikel yang ku buat berjumlah lima buah dengan masing-masing artikel berjumlah 2 halaman. Artikel ini harus dikirim pagi-pagi sekali. Tanganku sampai sakit karena harus menulis begitu banyak kata. Rasanya aku ingin menangis dan berteriak. “ Aku lelah!! Seseorang di luar sana, tolong aku!!”
Tapi aku hanya sendiri di dalam kantor karena semua pegawai sudah kembali pulang. Satpam yang biasa berjaga di luar juga nampak tak terlihat. Aku mulai takut, apalagi di luar sana beberapa lampu sudah dimatikan.
Seseorang yang mungkin bisa membantuku benar-benar datang, ia membawa dua gelas capuccino juga makanan cepat saji. Ia menyusuri jalanan kantor yang lengang sambil bersenandung kecil. Tidak ada sedikit pun rasa takut yang menggelitik di hatinya. Hingga ia tiba di depan kantor, seorang dengan pakaian preman menunggunya dengan wajah amat menyeramkan.
Bintang menatap lelaki itu santai, ia berlalu seperti tidak terjadi apa-apa. Lelaki dengan bekas luka di pelipis matanya menarik kerah baju Bintang hingga Bintang terjungkal ke tanah. Ia berusaha bangkit segera sebelum lelaki itu menghabisinya. Belum lagi Bintang berdiri, lelaki itu mencekik lehernya hingga Bintang kesulitan bernapas.
“ Ku beri waktu 5 menit, cepat hapus foto itu. Kalau tidak, kamu mati!!”
Dalam situasi genting Bintang masih bisa memberi senyum sumringah pada lelaki itu. Ia sengaja meledeknya untuk meredakan suasana tegang disini.
“ Kalian harus di masukkan ke penjara. Tempat kalian di sana para iblis!!” Ucap Bintang
“ Heh!! Kamu bukan orang sini, buat apa kamu perduli dengan kami. Jangan menghalang-halangi jalanku” Ucapnya masih dengan mencekik leher Bintang
“ Sampai aku mati pun foto itu tidak akan ku serahkan padamu. Seseorang pasti akan mengetahui kejahatanmu! Pasti!” Ucap Bintang lagi
Lelaki itu sudah kehabisan kesabarannya, ia tidak bisa berpikir jernih lagi. Dua tusukan pisau tepat mengenai perut sebelah kiri Bintang. Lelaki itu tersenyum puas menyaksikan wajah Bintang yang menjadi pucat karena menahan sakit. Ia begitu yakin kalau sebentar lagi Bintang akan mati. Walau sekeras apapun ia meminta tolong tidak ada seorang pun yang bisa menolong di tengah malam buta seperti ini.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments